Course Content
Pengantar Sejarah Lisan
0/1
Pendahuluan

Apa yang Akan Kita Pelajari?

Anda telah memutuskan untuk menggunakan metode sejarah lisan (oral history) dalam penelitian Anda. Pertanyaannya sekarang: dari mana harus memulainya?

Ada banyak cara untuk memperoleh informasi lisan dari narasumber. Namun, langkah pertama yang penting adalah memahami tujuan yang ingin dicapai melalui wawancara yang akan dilakukan dan mempersiapkannya dengan baik.

Jika Anda berencana melakukan wawancara yang cukup formal dan ingin mengarsipkannya agar dapat digunakan di kemudian hari, maka ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sejak awal. Untuk membantu memulainya, kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan kunci terlebih dahulu.

Pertanyaan utama yang paling mendasar untuk memulai adalah: topik apa yang ingin Anda gali melalui wawancara sejarah lisan? Setelah menentukan topik, idealnya Anda melakukan riset pendahuluan. Carilah informasi latar belakang tentang topik tersebut. Langkah ini penting untuk mengetahui sumber dan pengetahuan apa saja yang sudah kita miliki, serta mengidentifikasi apakah terdapat kekosongan informasi yang dapat dilengkapi melalui wawancara. Penelusuran ini dapat dilakukan di perpustakaan, arsip, penelusuran di internet, atau kombinasi dari semuanya. Pada tahap ini, Anda juga perlu merumuskan informasi seperti apa yang ingin dikumpulkan melalui wawancara dan untuk tujuan apa informasi tersebut akan digunakan.

Langkah berikutnya adalah mencari akses ke narasumber yang dapat memberikan informasi tentang topik yang Anda minati. Menemukan narasumber bisa sangat mudah maupun sangat sulit, tergantung pada konteks dan sensitivitas topik. Sebagai contoh, jika Anda ingin membahas isu sensitif seperti kekerasan atau seksualitas, tantangannya bisa lebih besar karena tidak semua orang bersedia berbicara secara terbuka dan jujur. Untuk pemula, memulai dari lingkungan terdekat seperti anggota keluarga atau kenalan bisa menjadi langkah awal yang baik. Hal ini dapat membantu Anda membiasakan diri dengan proses wawancara.

Salah satu metode yang sering digunakan untuk memperluas jangkauan narasumber adalah teknik snowball sampling atau teknik bola salju. Anda dapat memulai dari tokoh-tokoh atau pihak yang terlibat dalam bidang yang Anda teliti, lalu meminta mereka memberikan kontak orang lain yang mungkin bersedia diwawancarai. Dari situ, jaringan narasumber dapat diperluas. Namun, penting untuk tidak hanya mengandalkan narasumber yang “biasa” diwawancarai. Berpikir kreatif dalam menemukan narasumber sangat disarankan.

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan wawancara secara teknis dan tematis. Pastikan Anda memiliki daftar topik atau garis besar tema yang ingin dibahas dalam wawancara. Jika Anda ingin merekam wawancara, siapkan peralatan perekaman terlebih dahulu. Saat ini, cara paling praktis adalah menggunakan smartphone Anda, karena peralatan khusus wawancara yang mahal dan canggih tidak lagi menjadi keharusan. Meski demikian, penting untuk melakukan uji suara (soundcheck) guna memastikan kualitas rekaman memadai. Hindari tempat yang bising, dan letakkan ponsel atau alat perekam di antara Anda dan narasumber. Jika wawancara dilakukan dalam kelompok, gunakan mikrofon tambahan yang dapat diletakkan di tengah.

Jika Anda berencana menggunakan isi wawancara untuk keperluan penelitian atau ingin menyimpannya di arsip atau repositori, maka Anda harus memperoleh persetujuan dari narasumber terlebih dahulu. Pastikan Anda menyampaikan dengan jelas apa yang akan Anda lakukan dengan hasil wawancara, serta siapa saja yang akan dapat mengaksesnya. Persetujuan ini dapat diberikan secara tertulis atau lisan, tergantung pada konteks.

Wawancara dapat dimulai segera setelah perekaman dilakukan, dengan menyebutkan nama pewawancara, nama narasumber, serta tanggal dan lokasi wawancara. Setelah itu, Anda dapat memulai dengan pertanyaan umum yang bersifat ringan untuk mencairkan suasana. Daftar topik yang Anda siapkan sebelumnya hanya berfungsi sebagai pengingat; wawancara sebaiknya mengalir seperti percakapan biasa. Tugas utama Anda adalah mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan dengan cermat, dan meminta klarifikasi atau contoh tambahan jika diperlukan. Berikan waktu yang cukup kepada narasumber, dan perhatikan pula tanda-tanda kelelahan.

Lima W dan Satu H (Who, What, Where, When, Why, dan How) adalah pedoman yang baik untuk memastikan cakupan informasi yang Anda perlukan. Anda juga dapat meminta narasumber untuk menggambarkan suatu peristiwa atau hari biasa secara detail. Misalnya, di mana peristiwa itu terjadi, seperti apa suasananya, siapa saja yang terlibat, apa yang mereka kenakan, makan, atau ucapkan. Hal ini bisa menjadi strategi yang efektif. Tugas Anda sebagai pewawancara adalah mendorong narasumber untuk menyampaikan kisah dan pandangannya sendiri. Pengulangan atau menanyakan kembali ke topik yang sudah disampaikan oleh narasumber juga bisa dilakukan.

Ketika wawancara akan diakhiri, pastikan perekam hanya dimatikan setelah Anda benar-benar mengakhiri sesi wawancara. Seringkali, narasumber justru memberikan informasi penting di menit-menit terakhir.

Selain pertanyaan, benda atau foto juga dapat membantu mengingatkan narasumber pada pengalaman yang terlupakan. Jika wawancara dilakukan di rumah narasumber, objek-objek di sekitarnya dapat memunculkan pertanyaan baru dari pewawancara atau menginspirasi narasumber untuk menyampaikan informasi yang sebelumnya tidak direncanakan.

Dalam beberapa kasus, mewawancarai beberapa orang sekaligus, baik dalam bentuk focus group atau wawancara kelompok, bisa menjadi strategi yang efektif. Diskusi kelompok dapat mendorong pertukaran ide dan membantu narasumber saling mengingatkan pada pengalaman yang mungkin terlupakan. Orang-orang yang mengalami peristiwa yang sama dapat menanggapi atau bahkan mengoreksi ingatan satu sama lain, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pewawancara tanpa menimbulkan kesan menghakimi.

Idealnya, wawancara dilakukan secara langsung (tatap muka), karena dalam situasi tersebut lebih mudah membangun hubungan (rapport) dengan narasumber. Membangun hubungan berarti menciptakan koneksi interpersonal, menjalin kepercayaan, dan menunjukkan ketertarikan tulus. Namun, jika terpaksa, wawancara secara daring atau melalui email tetap dimungkinkan meskipun kurang ideal dan hasilmya tidak sekompleks wawancara secara langsung.

Kita akan membahas secara detail hal-hal tersebut dalam berbagai modul Sejarah Lisan ini. Selamat belajar!